Kejutan terbaik apa
yang pernah kamu dapat dari keluarga?
Ketika pertanyaan
itu terdengar sampai di telingaku, aku bingung menjawabnya dengan apa. Bingung
bukan karena tak ada kejutan yang didapat, tapi karena terlalu banyak kejutan
yang pernah kudapat.
Setidaknya ada 3
kejutan terbaik yang membekas dihati sampai sekarang, dan tak lain seseorang
dari keluarga yang hebat itu “peri rumah” ibu.
Kejutan pertama
datang ketika aku lahir di dunia, aku dijaga di dalam ruangan hangat dan nyaman
selama 9 bulan. Dan dikenalkan dengan indahnya dunia dengan taruhan nyawa, ya dengan
nyawa. Entah berapa mili air mata menetes dari mata indah ibuku setiap
inchi badanku keluar dari rahimnya. Dan kejutan pertama itu begitu indah,
hingga senyum kebahagiaannya menutupi sakit yang ia tahan melihatku lahir
dengan sehat dan selamat.
Yang kedua
sebenarnya berat untuk kuceritakan.
Umurku ketika itu
19 tahun, dan cobaan berat datang padaku dan keluarga. Peri keluarga terkena
penyakit stroke, sungguh rasanya tak adil. Mengapa orang baik selalu mendapat
cobaan berat, dan ibuku juga harus menanggung itu. Tapi dibalik itu semua ada
sisi positifnya, aku menjadi lebih dekat dengan ibu. Merawatnya tiap hari,
menjadi rutinitasku selain kuliah. Dengan membanyangkan masa kecil yang indah ketika
dirawat ibu, aku balik merawat beliau dengan keikhlasan dan ingin menjadi anak
yang berbakti.
Kebahagian Itu...
Sampai suatu ketika
ada tugas kampus yang mengharuskanku pergi keluar provinsi. Berat rasanya aku
meninggalkan ibu. Aku pamit kepada bapak dan ibu lalu berkemas. Ketika pamit
mau berangkat, hatiku mendadak seperti dijatuhi gunung. Sesudah mencium tangan
ibu, tidak sampai 2 meter lalu ibu berujar. “ Her, kalau kamu pergi siapa
nanti yang merawat ibu?”
Seerrrrrr.....
darah hangat langsung mengalir dari jantung ke seluruh tubuhku. Dan setelah
berkata itu, ibu meneteskan air matanya. Aku tambah bengong tak percaya, ibu
menangis untukku??? Ternyata anaknya yang bandel ini begitu diperhatikan,
sebegitunya sampai ibu menangis.
Tak lama kemudian
aku memeluknya, menenangkan hatinya. “Aku pergi tak lama bu, cuma untuk
belajar. Setelah semuanya selesai sesegera mungkin aku pulang. Untuk ibuuu....
“ Aku berkata sambil bibirku bergetar, giliran air mataku yang mengalir.
Begitu banyak cinta
yang kudapat dari keluarga, kejutan dari mereka baik berupa kebahagiaan maupun
berbagi duka kami rasakan bersama. Kejutan yang sekali dirasakan di dunia, dan
tak akan di dapat dan ditukar dari hal lainnya.
Sampai kejutan
akhir itu datang....
Hampir seminggu ibu
terbaring di bangsal rumah sakit, ya keadaan ibu semakin memburuk. Pengobatan
selama 3 tahun ini tak membuahkan hasil sedikitpun.
Pukul. 22.00 WIB.
Tak seperti biasanya, ibu ingin dipijiti perutnya yang membengkak, aku
memijitinya sambil berhati-hati takut membuatnya sakit. Lalu Aya kekasihku yang
tinggal di Bandung pun menelphon, ingin mengetaui keadaan ibu. Aku angkat
telphon dari Aya sembari memijiti perut ibu, lalu ibu bertanya. “Telphon
dari siapa her?”, aku pun menjawab “Dari Aya bu”
Ibu lalu ingin
bicara dengan ibu. Aku membuat mode speaker, agar ibu tinggal bicara karena
tangannya yang dibalut jarum infus juga tidak memungkinkan buat beliau memegang
telphon. Mereka pun berbicara basa-basi, sampai di penghujung telphon ibu menitipkan aku pada Aya. Ya baru kali aku direstui berhubungan dengan seorang wanita, tak seperti mantan-mantanku terdahulu yang disambut dengan penolakan.
Keesokannya ibu tiada.. Meninggalkanku, membuat rongga kenangan akan kejutan besar yang membekas di hati.