Waahh dan Wiihh Mudik Seru Menggunakan Bus

Mudik?

Acara sakral yang dilakukan tiap 1 tahun sekali, dan wajib dilakukan buat yang kangen dengan keluarganya di kampung halaman. Yang gak punya kampung halaman, yah kangen saja dengan kampung halaman orang lain. :p

Tapi dilihat beberapa tahun belakangan ini, mungkin malah dari dulu. Pemudik tiap tahun makin bertambah, yang otomatis berimbas juga pada kendaraan yang di pakai untuk mudik. Makin banyaknya kendaraan yang dipakai, makin banyak pula gas buang dari kendaraan yang dihasilkan. Dan tau kan sob gas buang itu namanya POLUSI!! Bukan polusi yang kerjaannya nangkap penjahat, tapi polusi yang mengganggu kesehatan kita. Kalian semua yang pernah mudik pasti ngerasain betapa panasnya kita di dalam kendaraan, pengap, sumpek dan gerah waktu mudik. Itu salah satu dampak negatif kecil dari polusi lho. Dampak yang lebih besar?? Liat diatas kalian, lapisan ozon semakin rusak!! Gila, gak asyik banget kan?? Kalo pas hujan kita gak pakai payung aja kehujanan, nah gimana kalo payung super besar kita yang di atas bolong?? *tau sendiri jawabannya apa* *atuuut*


Asap Yang Dihasilkan Dari Kendaraan,,


Kembali ke mudik. Beberapa bulan yang lalu aku mudik ke Jambi, provinsi kecil yang berbatasan dengan Palembang. Sebenarnya bukan mudik sch namanya, liburan ke tempat keluarga tepatnya tapi karena dikerjain berbarengan dengan orang yang mudik dan bertepatan dengan menjelang Lebaran jadilah namanya mudik juga. Hehe.. Kami (bapak, abang, gue dan adik) berangkat dari Solo menggunakan bus. Yah salah satu angkutan buat pemudik yang murah, dan khusus buat aku bus adalah kendaraan yang paling ksenengin. Kenapa, karena perjalan ke tempat yang kita tuju benar-benar jadi kerasa. Kita bisa nikmatin indahnya kota demi kota secara dekat lewat jendela, melihat jalan-jalan atau gedung-gedungl bersejarah ataupun megah di tiap kota yang kita lewati. Kereeenn banget dach, apalagi malam.. Sesuatu yang gak bisa kamu nikmati bila berkendara menggunakan transportasi lain, seperti pesawat.

Perjalanan kami menuju Jambi memakan waktu 3 hari 3 malam, dan semua hal yang Waahh dan Wiihh kami lihat selama 3 hari di sepanjang perjalanan. Dimulai dari Waahhnya, ketika kami melewati kota Bogor. Pemandangannya benar-benar waahh disini, sebutan kota hujan buat kota ini rasanya tak salah, karena Bogor telah membasahi hatiku.. *walah malah ngegombal*. Tapi beneran dch, hati terasa adem banget pas mata nikmatin ciptaan Tuhan yang luar biasa. Dimana tumbuhan tertata rapi dan hijau sepanjang jalan, hawa sejuknya pun menyegarkan paru-paru. Apalagi ketika melihat sekumpulan orang semacam komunitas “Pencinta Alam” sedang menanam bibit pohon di sekitar jalan yang kami lalui. Membuat ademnya Bogor makin adem dengan kepedulian orang-orang mulia seperti mereka. Aku langsung tersenyum bangga ke mereka, masih ada orang-orang yang peduli dengan lingkungan. Gak kayak aku yang kerjaannya malah nyuri rambutan tetangga, malah ngerusak tanaman kan? :( Hiks..

Yah tapi setelah melewati Bogor dan memasuki daerah Jakarta suasana Waahhnya berubah jadi Wiihhh, wihh ternyata Jakarta memang sumpek dan pengap banget. Kerasa dch orang yang tinggal disini gimana kesehatannya sehari-hari, udara dan airnya tercemar. Padahal waktu kami memasuki daerah Jakarta jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, tapi pemandangan radius beberapa meter di depan terasa seperti sudah mau magrib, gelap banget. Asap-asap kendaraan berjubel menyatu, yang berimbas juga pada oksigen yang steril berkurang untuk dihirup. Gak berhenti disitu, ketika bus kami melewati jembatan dan melihat aliran sungai di bawahnya. Kotoooorr banget, tumpukan sampah menimbun dan airnya sendiri berwarna hitam pekat. Jadi inget sungai di kampung, meskipun berwarna coklat tapi tak sehitam ini. “Yah semoga menjadi lebih baik lah Jakarta”, pikirku setelah bus kami menaiki kapal untuk menyeberangi pulau seberang yaitu Sumatera.


Photo Betapa Kotornya Sungai Di Jakarta


Perasaan mendadak sejuk, semilir angin laut menerpa kami penumpang bus yang keluar untuk menikmati pemandangan dari kapal. Benar-benar indah ciptaan Tuhan, sangat indah. Dan mata kami tiba-tiba dikejutkan oleh sekumpulan lumba-lumba, yang tampaknya ingin mengajak lomba kecepatan dengan kapal. J jadi ingin ikutan berenang dengan mereka di lepas pantai, tapi takutnya malah besoknya masuk koran. Berhubung aku juga gak bisa berenang jadi kuurungkan niat untuk berenang di lautan, hehe.. setelah 1 jam kemudian kami sampai ke pelabuhan Bakauheni, dan bersiap menikmati hutan-hutan lebat di Sumatera. Yah hutan menjadi daya tarik kuatku ketika berada di Sumatera, rimbunnya dedaunan dan raungan hewan yang masih liar terkadang ingin sebagian dari mereka berada di tengah kota. Menghijaukan kota dan agar kota menjadi lebih “hidup”, contohnya Jakarta yang baru kami lewati beberapa jam tadi. Itu hanya pengandaian, yang rasanya sulit dilakukan teringat aku hanya rakyat biasa. :)

Lampung, Palembang, dan Jambi kami lalui dengan pemandangan yang sama. Kenapa sama, karena hutan disini sudah dijadikan hutan produksi dan menjadi perkebunan sawit. Miris banget ngeliatnya, sepanjang mata memandang hanya deretan tanaman “penyedot hara” yang tampak. Memang sch sawit menjadi penyokong hidup mayoritas penduduk Sumatera, tapi buat kedepannya kasihan dengan generasi penerus. Tau gak teman, tanaman sawit adalah tanaman yang akarnya menancap paling dalam dan luas menyebarnya. Jadi meskipun sawitnya di cabut dan diganti tanaman lain seperti holtikultura, tanaman pengganti ini gak akan dapat hara yang banyak karena sudah tertutup dengan akar sawit lagi. 1 hal penting yang gak terpikir oleh petani disini.. belum lagi ketika kami melintas diperbukitan kawasan perbatasan Jambi-Palembang. Hutannya banyak gundul, dan ada arang kayu bekas pembakaran. Isu pengundulan hutan dan ancaman global warming aku lihat sendiri disini!

Tanaman Sawit Yang Merusak Ekosistem


Terpikir dch untuk langsung menjaga lingkungan, dimulai dari rumah keluarga sesampainya kami di Jambi. Mudik Solo-Jambi menjadi mudik pembuka mata hatiku untuk lebih mencintai lingkungan, juga buat kalian teman-teman sehabis membaca sedikit ceritaku ini. Lingkungan kita sudah mulai rusak oleh ulah kita sendiri yang rakus, kita tidak ada habisnya membabat hutan untuk dijadikan pemukiman dan perkebunan yang merusak ekosistem. Cerita mudikku melihat lingkungan yang kulihat ketika melintasi daerah-daerah tertentu, ternyata kepedulian kita ke alam dan lingkungan masih kurang teman. Yuk kita bersama menjaga kelestarian bumi, dengan menjaga baik lingkungan kita dengan cinta. Kita pasti bisa!! :)




2 komentar:

renisusanti mengatakan...

Bikin hati perihhhhh waktu baca bagian kelapa sawitnya hiks hiks #terisakisak kapan baliknya hutan alami kita dulu yaa? *bertanya pada asap polusi dan pupuk buatan*

sayumee mengatakan...

paling sebel emang ama yang namanya polusi, apalgi polusi udara dari asep2 item knalpot yg ngotorin bgt.. bikin jiwa gue ga bisa bernapas.. hahaha..

semoga yahhh semua orang cepet sadar klo sayang bgt bumi kita buat dikotorin..

yoookkkk,, mari bertindakk hijaukan bumi ini..!!! :D

Posting Komentar

 

© Copyright catatan heri . All Rights Reserved.

Designed by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine

Blogger Template created by Deluxe Templates